Selasa, 02 Oktober 2012

Perbedaan Candi Hindu Budha


PERBEDAAN CANDI HINDHU BUDHA

KATA CANDI BERASAL DARI KATA CANDIKA, YANG MERUPAKAN SALAH SATU NAMA UNTUK DEWI DURGA SEBAGAI DEWI MAUT. JADI BANGUNAN CANDI ITU BERHUBUNGAN DENGAN DEWI MAUT. TERKAIT DENGAN ITU CANDI MEMANG MERUPAKAN BANGUNAN UNTUK MEMULIAKAN ATAU MEMPERINGATI ORANG YANG TELAH WAFAT, TERUTAMA PARA RAJA ATAU ORANG-ORANG TERKEMUKA. OLEH KARENA ITU, ADA PENDAPAT BAHWA CANDI BERFUNGSI SEBAGAI MAKAM. TETAPI YANG DISIMPAN BUKAN JENAZAHNYA, MELAINKAN ABU JENAZAH DAN BENDA-BENDA LAIN YANG DISIMPAN DI DALAM PRIPIH. NAMUN, DALAM PERKEMBANGANNYA BANYAK YANG BERPENDAPAT BAHWA CANDI ADALAH BANGUNAN SUCI YANG SUCI UNTUK PEMUJAAN. 

CANDI-CANDI DI INDONESIA BERBEDA DENGAN CANDI-CANDI YANG ADA DI INDIA YANG BERFUNGSI SEBAGAI TEMPAT PERIBADATAN ATAU KUIL. CANDI YANG ADA DI INDONESIA HANYA MENGAMBIL UNSUR-UNSUR TEKNOLOGI PEMBUATANNYA MELALUI DASAR-DASAR TEORITIS YANG TERCANTUM DALAM KITAB SILPASASTRA, YAITU SEBUAH KITAB PEGANGAN YANG MEMUAT BERBAGAI PETUNJUK UNTUK MELAKSANAKAN PEMBUATAN ARCA DAN BANGUNAN. UNTUK ITU DILIHAT DARI BENTUK DASAR MAUPUN FUNGSI CANDI TERSEBUT TERDAPAT PERBEDAAN. BENTUK DASAR BANGUNAN CANDI DI INDONESIA ADALAH PUNDEN BERUNDAK-UNDAK YANG MERUPAKAN SALAH SATU PENINGGALAN KEBUDAYAAN MEGALITHIKUM. 

BANGUNAN CANDI ITU ADA YANG TERKAIT DENGAN AGAMA HINDU DAN JUGA AGAMA BUDDHA. CANDI SEBAGAI TEMPAT PEMAKAMAN HANYA TERDAPAT DALAM AGAMA HINDU. CANDI-CANDI BUDDHA DIMAKSUDKAN SEBAGAI TEMPAT PEMUJAAN DEWA SAJA. DI DALAMNYA TIDAK DIDAPATKAN PRIPIH. CANDI AGAMA HINDU, CONTOHNYA ADALAH CANDI PRAMBANAN, DAN CANDI AGAMA BUDDHA ADALAH CANDI BOROBUDUR. KEDUA CANDI TERSEBUT MEMILIKI PERBEDAAN, YAITU PADA BAGIAN PUNCAK CANDI. PUNCAK CANDI AGAMA HINDU BERBENTUK RATNA. SEDANGKAN PUNCAK CANDI AGAMA BUDDHA BERBENTUK STUPA. 

PERBEDAAN CANDI JUGA DIDASARKAN PADA LETAKNYA, YAITU CANDI DI JAWA TENGAH DAN CANDI YANG TERDAPAT DI JAWA TIMUR. PERBEDAAN BENTUK-BENTUK CANDI DI KEDUA DAERAH TERSEBUT ANTARA LAIN:

Salah Satu Candi di Jawa Tengah
Salah Satu Candi di Jawa Tengah

Salah Satu Candi di Jawa Timur
Salah Satu Candi di Jawa Timur

a. bentuk bangunan candi Jawa Tengah tambun, sedangkan candi Jawa Timur lebih ramping;
b. candi Jawa Tengah atapnya berundak-undak, sedangkan candi Jawa Timur merupakan perpaduan tingkatan;
c. candi Jawa Tengah puncaknya berbentuk ratna atau stupa, sedangkan candi Jawa Timur berbentuk kubus;
d. gawang pintu dan relung candi Jawa Tengah berhiaskan kala makara, sedangkan candi Jawa Timur makaranya tidak ada, dan pintu serta relung hanya ambang atasnya saja yang diberi kepala kala;
e. candi Jawa Tengah reliefnya timbul agak tinggi dan lukisannya naturalisme, sedangkan candi Jawa Timur reliefnya tidak terlalu timbul dan lukisannya simbolis menyerupai wayang kulit;
f. candi Jawa Tengah, candi induk letaknya di tengah halaman, sedangkan candi Jawa Timur, candi induk letaknya di belakang halaman;
g. candi Jawa Tengah kebanyakan menghadap ke Timur, sedangkan candi Jawa Timur menghadap ke Barat;
h. candi Jawa Tengah kebanyakan terbuat dari batu andesit, sedangkan candi Jawa Timur terbuat dari bata atau terakota.

Candi sebagai bangunan terdiri dari tiga bagian penting, yaitu kaki candi, tubuh candi, dan atap. Setiap bagian candi tersebut memiliki arti dan tujuan tersendiri:
a. Kaki Candi
Kaki candi memili simbol sebagai dunia bawah tanah atau bhurloka. Denahnya bujur sangkar, dan biasanya agak tinggi. Serupa batur, dan dapat dinaiki melalui tangga yang menuju terus ke dalam bilik candi. Di dalam kaki candi itu, di tengah-tengah, ada sebuah perigi tempat menanam Pripih.
b. Tubuh Candi
Tubuh candi terdiri atas sebuah bilik yang berisi arca perwujudannya. Arca ini berdiri di tengah bilik, jadi tepat di atas perigi, dan menghadap ke arah pintu masuk candi. Dinding-dinding bilik di bagian luarnya di beri relung-relung yang diisi dengan arca-arca. Relung sebelah selatan di isi Arca Siwa, bagian utara Arca Durga, dan bagian belakang (Barat atau Timur tergantung arah menghadapnya candi) diisi Arca Ganesha.
c. Atap Candi
Atap candi adalah bagian atas candi yang menjadi simbol dunia atas atau swarloka. Atap candi selalu terdiri atas susunan tiga tingkatan, yang pada umunya semakin ke atas semakin kecil ukurannya yang bagian ujungnya di beri semacam ratna atau stupa. Di dalam atap candi terdapat rongga kecil yang dasarnya berupa batu segi empat berpahatkan gambar teratai merah sebagai takhta dewa. Pembuatan rongga itu ditujukan sebagai tempat bersemayam sementara sang dewa.
Candi-candi jenis Jawa Tengah di bagian utara, yang terpenting adalah:
a. Candi Gunung Wukir dekat Magelang, yang berhubungan dengan prasasti Canggal tahun 732;
b. Kelompok Candi Dieng, yang terdiri atas berbagai candi yang oleh penduduk diberi nama-nama wayang, seperti Bima, Samiaji, Arjuna, Gatutkoco, Semar, Srikandi, Dwarawati, dan sebagainya. Di dekat Candi Arjuna didapatkan sebuah prasasti yag bertanggal tahun 809;
c. Kelompok Candi Gedong Songo di lereng Gunung Ungaran;
d. Motif arsitektur yang sama juga terletak di Candi Badut dekat Malang, yang berhubungan dengan Prasasti Dinoyo tahun 760.
Candi-candi jenis Jawa Tengah di bagian selatan, yang terpenting adalah:
a. Candi Kalasan, dekat Yogyakarta yang didirikan dalma tahun 778;
b. Candi Sari, letaknya di dekat Candi Kalasan;
c. Candi Borobudur, yang dalam bentuk dasarnya merupakan punden berundak-undak tetapi disesuaikan dengan agama Buddha Mahayana untuk menggambarkan kamadhatu (bagian kaki yang tertimbun dan tertutup oleh susunan batu-batu rata), rupadhatu (bagian yang terdiri atas lorong-lorong dengan pagar-pagar tembok dan penuh hiasan serta relief-relief yang seluruhnya sampai 4 km panjangnya), dan arupadhatu (bagian atas yang terdiri atas batur-batur bundar, dengan lingkaran-lingkaran stupa yang semuanya tidak dihiasi sama sekali). Puncaknya berupa stupa yang besar sekali. Arca Buddha di Borobudur banyak sekali, diperkirakan berjumlah 505 buah;
Candi Borobudur
Candi Borobudur

d. Candi Mendut, di sebelah timur Candi Borobudur, yang di dalamnya memuat 3 arca batu besar sekali, yaitu Buddha diapit oleh Padmapani dan Wajrapani;
e. Kelompok Candi Sewu, di dekat desa Prambanan, yang terdiri atas sebuah candi induk dikelilingi oleh kurang lebih 250 buah candi-candi perwara yang tersusun dalam 4 baris;
f. Kelompok Candi Plaosan, di sebelah timur Candi Sewu, yang terdiri atas 2 buah candi induk dikelilingi oleh 2 baris stupa dan 2 baris candi perwara;
g. Kelompok Candi Loro Jonggrang di desa Prambanan. Yang disusun demikan sehingga candi induknya untuk Siwa diapit oleh candi-candi untuk Brahmana dan Wisnu dan dengan beberapa candi perwara lainnya merupakan pusat kelompok yang dikelilingi oleh lebih dari 200 buah candi perwara yang tersusun menjadi 4 baris.
Kompleks Candi Loro Jonggrang
Kompleks Candi Loro Jonggrang

Candi-candi jenis Jawa Timur, yang terpenting adalah:
a. Candi Kidal, letaknya dekat Malang, disebut juga Candi Anusapati;
b. Candi Jago, letaknya dekat Malang, di sebut juga Candi Wisnudharma;
Candi Jago
Candi Jago

c. Candi Singosari, letaknya dekat Malang, disebut juga Candi Kertanagara;
Candi Singasari
Candi Singasari

d. Candi Jawi, letaknya dekat Prigen;
e. Kelompok Candi Panataran, letaknya dekta Blitar, yang halamannya terbagi atas 3 bagian sedangkan candi induknya terletak di bagian belakang;
f. Candi Jabung, letaknya dekat Kraksaan, berupa bangunan stupa yang besar dan tinggi;
g. Kelompok Candi Muara Takus, letaknya di dekat Bangkinang, yang terdiri atas beberapa bangunan, di antaranya yang masih tegak sebuah stupa yang bulat tinggi;
h. Kelompok Candi-candi Gunung Tuo, letaknya di dekat Padang Sidempuan yang terdiri atas berbagai biaro sebagai candi-candi induk yang letaknya tersebar dan berjauhan. Dari arca-arca dan tulisan-tulisan yang didapatkan dapat diketahui dengan jelas sifat-sifatnya Tantrayana.

Bangunan-bangunan lain yang juga sering disebut sebagai candi adalah gapura-gapura. Masyarakat awam yang berada di sekitar bangunan memang menyebutnya sebagai candi karena bentunknya memang mirip candi, namun sebenarnya hanyalah berupa bangunan yang mirip pintu masuk menuju ke suatu tempat. Gapura mempunyai dua bentuk yang berbeda, yaitu padu raksa dan candi bentar. Pola padu raksa dapat kita lihat pada Candi Bajag Ratu yang bagian atas kedua candi tersebut menyatu. Jenis gapura yang kedua adalah yang bentuknya seperti bangunan candi yang dibelah dua, sebagai tempat jalan keluar masuk. Gapura yang semacam ini yang sering disebut sebagai candi, contohnya adalah Candi Waringin Lawang.
Candi Waringin Lawang
Candi Waringin Lawang

Candi Bajang Ratu
Candi Bajang Ratu

Selain itu, ada lagi bentuk bangunan candi yang dalam masyarakat juga disebut sebagai candi tetapi sifat dan wujudnya sangat berbeda. Bangunan-bangunan ini adalah pertirtaan (tempat pemandian suci) dan candi padas. Pertirtaan yang terkenal adalah Jolotundo dan Belahan di lereng Gunung Pananggungan dekat Mojokerto, Candi Tikus di Jawa Timur, Goa Gajah dekat Gianyar. Sedangkan candi padas yang terkenal adalah Gunung Kawi di Tampaksiring.
BP3 Jawa Timur)
Candi Tikus (sumber: BP3 Jawa Timur)

Puisi ttg Candi


Puisi Tentang Candi

Hamparan susunan batu tertata apik
Pahatan dan ukiran terbaik dari orang orang terpilih.
Tak berbelok mata ini menatapnya
Reliefmu begitu melegenda

Oh, nenek moyangku sungguh kekuatanmu maha hebat waktu itu
Kau torehkan tanpa pamrih usahamu
Kau bangun peninggalan sejarah itu untuk keindahan dunia
Kini kusaksikan hasil keikhlasanmu ituada di depanku

Terbesik dalam hati menyentuh stupa-stupamu.
Sungguh warisan usahamu begitu membekas
Semangat gotong royongmu bak kehidupan kerajaan semut
Dan saatnyalah kini kau berikan contoh

Kau berikan tauladan
Agar kami bangkit membangun negeri ini

Gaya Arsitektur Candi


Gaya arsitektur

Candi Pawon dekat Borobudur, contoh Langgam Jawa Tengah.
Gerbang Bajang Ratu di Trowulan, contoh Langgam Jawa Timur.
Candi Biaro Bahal, di Padang Lawas, Sumatera Utara.
Soekmono, seorang arkeolog terkemuka di Indonesia, mengidentifikasi perbedaan gaya arsitektur (langgam) antara candi Jawa tengah dengan candi Jawa Timur. Langgam Jawa Tengahan umumnya adalah candi yang berasal dari sebelum tahun 1000 masehi, sedangkan langgam Jawa Timuran umumnya adalah candi yang berasal dari sesudah tahun 1000 masehi. Candi-candi di Sumatera dan Bali, karena kemiripannya dikelompokkan ke dalam langgam Jawa Timur.[13][14][2]
Bagian dari CandiLanggam Jawa TengahLanggam Jawa Timur
Bentuk bangunanCenderung tambunCenderung tinggi dan ramping
AtapJelas menunjukkan undakan, umumnya terdiri atas 3 tingkatanAtapnya merupakan kesatuan tingkatan. Undakan-undakan kecil yang sangat banyak membentuk kesatuan atap yang melengkung halus. Atap ini menimbulkan ilusi perspektif sehingga bangunan berkesan lebih tinggi
Kemuncak atau mastakaStupa (candi Buddha), Ratna, Wajra, atau Lingga Semu (candi Hindu)Kubus (kebanyakan candi Hindu), terkadang Dagoba yang berbentuk tabung (candi Buddha)
Gawang pintu dan hiasan relungGaya Kala-Makara; kepala Kala dengan mulut menganga tanpa rahang bawah terletak di atas pintu, terhubung dengan Makara ganda di masing-masing sisi pintuHanya kepala Kala tengah menyeringai lengkap dengan rahang bawah terletak di atas pintu, Makara tidak ada
ReliefUkiran lebih tinggi dan menonjol dengan gambar bergaya naturalisUkiran lebih rendah (tipis) dan kurang menonjol, gambar bergaya seperti wayang Bali
KakiUndakan jelas, biasanya terdiri atas satu bagian kaki kecil dan satu bagian kaki lebih besar. Peralihan antara kaki dan tubuh jelas membentuk selasar keliling tubuh candiUndakan kaki lebih banyak, terdiri atas beberapa bagian batur-batur yang membentuk kaki candi yang mengesankan ilusi perspektif agar bangunan terlihat lebih tinggi. Peralihan antara kaki dan tubuh lebih halus dengan selasar keliling tubuh candi lebih sempit
Tata letak dan lokasi candi utamaMandala konsentris, simetris, formal; dengan candi utama terletak tepat di tengah halaman kompleks candi, dikelilingi jajaran candi-candi perwarayang lebih kecil dalam barisan yang rapiLinear, asimetris, mengikuti topografi (penampang ketinggian) lokasi; dengan candi utama terletak di belakang, paling jauh dari pintu masuk, dan seringkali terletak di tanah yang paling tinggi dalam kompleks candi, candi perwara terletak di depan candi utama
Arah hadap bangunanKebanyakan menghadap ke timurKebanyakan menghadap ke barat
Bahan bangunanKebanyakan batu andesitKebanyakan bata merah
Meskipun demikian terdapat beberapa pengecualian dalam pengelompokkan langgam candi ini. Sebagai contoh candi Penataran, Jawi, Jago, Kidal, dan candi Singhasari jelas masuk dalam kelompok langgam Jawa Timur, akan tetapi bahan bangunannya adalah batu andesit, sama dengan ciri candi langgam Jawa Tengah; dikontraskan dengan reruntuhan Trowulan seperti candi Brahu, serta candi Majapahit lainnya seperti candi Jabung dan candi Pari yang berbahan bata merah. Bentuk candi Prambanan adalah ramping serupa candi Jawa Timur, tapi susunan dan bentuk atapnya adalah langgam Jawa Tengahan. Lokasi candi juga tidak menjamin kelompok langgamnya, misalnya candi Badut terletak di Malang, Jawa Timur, akan tetapi candi ini berlanggam Jawa Tengah yang berasal dari kurun waktu yang lebih tua di abad ke-8 masehi.
Bahkan dalam kelompok langgam Jawa Tengahan terdapat perbedaan tersendiri dan terbagi lebih lanjut antara langgam Jawa Tengah Utara (misalnya kelompok Candi Dieng) dengan Jawa Tengah Selatan (misalnya kelompok Candi Sewu). Candi Jawa Tengah Utara ukirannya lebih sederhana, bangunannya lebih kecil, dan kelompok candinya lebih sedikit; sedangkan langgam candi Jawa Tengah Selatan ukirannya lebih raya dan mewah, bangunannya lebih megah, serta candi dalam kompleksnya lebih banyak dengan tata letak yang teratur.
Pada kurun akhir Majapahit, gaya arsitektur candi ditandai dengan kembalinya unsur-unsur langgam asli Nusantara bangsa Austronesia, seperti kembalinya bentuk punden berundak. Bentuk bangunan seperti ini tampak jelas pada candi Sukuh dan candi Cetho di lereng gunung Lawu, selain itu beberapa bangunan suci di lereng Gunung Penanggunganjuga menampilkan ciri-ciri piramida berundak mirip bangunan piramida Amerika Tengah.

Tata Letak dan Bahan Bangunan


Tata letak

Tata letak Candi Sewu yang konsentris memperlihatkan bentuk mandala wajradhatu.
Bangunan candi ada yang berdiri sendiri ada pula yang berkelompok. Ada dua sistem dalam pengelompokan atau tata letak kompleks candi, yaitu:
  1. Sistem konsentris, sistem gugusan terpusat; yaitu posisi candi induk berada di tengah–tengah anak candi (candi perwara). Candi perwara disusun rapi berbaris mengelilingi candi induk. Sistem ini dipengaruhi tata letak denah mandala dari India. Contohnya kelompok Candi Prambanan dan Candi Sewu.
  2. Sistem berurutan, sistem gugusan linear berurutan; yaitu posisi candi perwara berada di depan candi induk. Ada yang disusun berurutan simetris, ada yang asimetris. Urutan pengunjung memasuki kawasan yang dianggap kurang suci berupa gerbang dan bangunan tambahan, sebelum memasuki kawasan tersuci tempat candi induk berdiri. Sistem ini merupakan sistem tata letak asli Nusantara yang memuliakan tempat yang tinggi, sehingga bangunan induk atau tersuci diletakkan paling tinggi di belakang mengikuti topografi alami ketinggian tanah tempat candi dibangun. Contohnya Candi Penataran dan Candi Sukuh. Sistem ini kemudian dilanjutkan dalam tata letak Pura Bali.

[sunting]Bahan bangunan

Tumpukan susunan balok batu andesit di Borobudur yang rapi dan saling kunci menyerupai balok permainan lego.
Candi Blandongan di komplekspercandian Batujaya, Karawang, Jawa Barat, berbahan bata merah.
Bahan material bangunan pembuat candi bergantung kepada lokasi dan ketersediaan bahan serta teknologi arsitektur masyarakat pendukungnya. Candi-candi di Jawa Tengah menggunakan batu andesit, sedangkan candi-candi pada masa Majapahit di Jawa Timur banyak menggunakan bata merah. Demikian pula candi-candi di Sumatera seperti Biaro Bahal, Muaro Jambi, dan Muara Takus yang berbahan bata merah. Bahan-bahan untuk membuat candi antara lain:
  1. Batu andesit, batu bekuan vulkanik yang ditatah membentuk kotak-kotak yang saling kunci. Batu andesit bahan candi harus dibedakan dari batu kali. Batu kali meskipun mirip andesit tapi keras dan mudah pecah jika ditatah (sukar dibentuk). Batu andesit yang cocok untuk candi adalah yang terpendam di dalam tanah sehingga harus ditambang di tebing bukit.
  2. Batu putih (tuff), batu endapan piroklastik berwarna putih, digunakan di Candi Pembakaran di kompleks Ratu Boko. Bahan batu putih ini juga ditemukan dijadikan sebagai bahan isi candi, dimana bagian luarnya dilapis batu andesit
  3. Bata merah, dicetak dari lempung tanah merah yang dikeringkan dan dibakar. Candi Majapahit dan Sumatera banyak menggunakan bata merah.
  4. Stuko (stucco), yaitu bahan semacam beton dari tumbukan batu dan pasir. Bahan stuko ditemukan di percandian Batu Jaya.
  5. Bajralepa (vajralepa), yaitu bahan lepa pelapis dinding candi semacam plaster putih kekuningan untuk memperhalus dan memperindah sekaligus untuk melindungi dinding dari kerusakan. Bajralepa konon dibuat dari campuran putih telur, getah tumbuhan, kapur halus, dan lain-lain. Bekas-bekas bajralepa ditemukan di candi Sari dan candi Kalasan. Kini pelapis bajralepa telah banyak yang mengelupas.
  6. Kayu, beberapa candi diduga terbuat dari kayu atau memiliki komponen kayu. Candi kayu serupa dengan Pura Bali yang ditemukan kini. Beberapa candi tertinggal hanya batu umpak atau batur landasannya saja yang terbuat dari batu andesit atau bata, sedangkan atasnya yang terbuat dari bahan organik kayu telah lama musnah. Beberapa dasar batur di Trowulan Majapahit disebut candi, meskipun sesungguhnya merupakan landasan pendopo yang bertiang kayu. Candi Sambisari dan candi Kimpulanmemiliki umpak yang diduga candi induknya dinaungi bangunan atap kayu. Beberapa candi seperti Candi Sari dan Candi Plaosanmemiliki komponen kayu karena pada struktur batu ditemukan bekas lubang-lubang untuk meletakkan kayu gelagar penyangga lantai atas, serta lubang untuk menyisipkan daun pintu dan jeruji jendela

Jenis dan Fungsi Candi


Jenis dan Fungsi

[sunting]Jenis berdasarkan agama

Candi Jawi yang bersifat paduan Siwa-Buddha tempat pedharmaan rajaKertanegara.
Berdasarkan latar belakang keagamaannya, candi dapat dibedakan menjadi candi Hindu, candi Buddha, paduan sinkretis Siwa-Buddha, atau bangunan yang tidak jelas sifat keagamaanya dan mungkin bukan bangunan keagamaan.
  1. Candi Hindu, yaitu candi untuk memuliakan dewa-dewa Hindu seperti Siwa atau Wisnu, contoh: candi Prambanan, candi Gebang, kelompok candi Dieng, candi Gedong Songocandi Panataran, dan candi Cangkuang.
  2. Candi Buddha, candi yang berfungsi untuk pemuliaan Buddha atau keperluan bhiksu sanggha, contoh candi Borobudur, candi Sewu, candi Kalasan, candi Sari, candi Plaosan, candi Banyunibocandi Sumberawancandi Jabung, kelompok candi Muaro Jambicandi Muara Takus, dan candi Biaro Bahal.
  3. Candi Siwa-Buddha, candi sinkretis perpaduan Siwa dan Buddha, contoh: candi Jawi.
  4. Candi non-religius, candi sekuler atau tidak jelas sifat atau tujuan keagamaan-nya, contoh: candi Ratu Boko, gapura Bajang Ratu, candi Tikus, candi Wringin Lawang.

[sunting]Jenis berdasarkan hirarki dan ukuran

Dari ukuran, kerumitan, dan kemegahannya candi terbagi atas beberapa hirarki, dari candi terpenting yang biasanya sangat megah, hingga candi sederhana. Dari tingkat skala kepentingannya atau peruntukannya, candi terbagi menjadi:
  1. Candi Kerajaan, yaitu candi yang digunakan oleh seluruh warga kerajaan, tempat digelarnya upacara-upacara keagamaan penting kerajaan. Candi kerajaan biasanya dibangun mewah, besar, dan luas. Contoh: Candi BorobudurCandi PrambananCandi Sewu, dan Candi Panataran.
  2. Candi Wanua atau Watak, yaitu candi yang digunakan oleh masyarakat pada daerah atau desa tertentu pada suatu kerajaan. Candi ini biasanya kecil dan hanya bangunan tunggal yang tidak berkelompok. Contoh: candi yang berasal dari masa Majapahit,Candi Sanggrahan di Tulung Agung, Candi Gebang di Yogyakarta, dan Candi Pringapus.
  3. Candi Pribadi, yaitu candi yang digunakan untuk mendharmakan seorang tokoh, dapat dikatakan memiliki fungsi mirip makam. Contoh: Candi Kidal (pendharmaan Anusapati, raja Singhasari), candi Jajaghu (Pendharmaan Wisnuwardhana, raja Singhasari),Candi Rimbi (pendharmaan Tribhuwana Wijayatunggadewi, ibu Hayam Wuruk), Candi Tegowangi (pendharmaan Bhre Matahun), dan Candi Surawana (pendharmaan Bhre Wengker).

[sunting]Fungsi

Candi Jalatunda yang berfungsi sebagai petirtaan.
Candi dapat berfungsi sebagai:
  1. Candi Pemujaan: candi Hindu yang paling umum, dibangun untuk memuja dewa, dewi, atau bodhisatwa tertentu, contoh: candi Prambanan, candi Canggalcandi Sambisari, dan candi Ijo yang menyimpan lingga dan dipersembahkan utamanya untuk Siwa,candi Kalasan dibangun untuk memuliakan Dewi Tara, sedangkan candi Sewu untuk memuja Manjusri.
  2. Candi Stupa: didirikan sebagai lambang Budha atau menyimpan relik buddhis, atau sarana ziarah agama Buddha. Secara tradisional stupa digunakan untuk menyimpan relikui buddhis seperti abu jenazah, kerangka, potongan kuku, rambut, atau gigi yang dipercaya milik Buddha Gautama, atau bhiksu Buddha terkemuka, atau keluarga kerajaan penganut Buddha. Beberapa stupa lainnya dibangun sebagai sarana ziarah dan ritual, contoh: candi Borobudurcandi Sumberawan, dan candi Muara Takus
  3. Candi Pedharmaan: sama dengan kategori candi pribadi, yakni candi yang dibangun untuk memuliakan arwah raja atau tokoh penting yang telah meninggal. Candi ini kadang berfungsi sebagai candi pemujaan juga karena arwah raja yang telah meninggal seringkali dianggap bersatu dengan dewa perwujudannya, contoh: candi Belahan tempat Airlangga dicandikan, arca perwujudannya adalah sebagai Wishnu menunggang Garuda. Candi Simping di Blitar, tempat Raden Wijaya didharmakan sebagai dewa Harihara.
  4. Candi Pertapaan: didirikan di lereng-lereng gunung tempat bertapa, contoh: candi-candi di lereng Gunung Penanggungan, kelompok candi Dieng dan candi Gedong Songo, serta Candi Liyangan di lereng timur Gunung Sundoro, diduga selain berfungsi sebagai pemujaan, juga merupakan tempat pertapaan sekaligus situs permukiman.
  5. Candi Wihara: didirikan untuk tempat para biksu atau pendeta tinggal dan bersemadi, candi seperti ini memiliki fungsi sebagai permukiman atau asrama, contoh: candi Saridan Plaosan
  6. Candi Gerbang: didirikan sebagai gapura atau pintu masuk, contoh: gerbang di kompleks Ratu BokoBajang RatuWringin Lawang, dan candi Plumbangan.
  7. Candi Petirtaan: didirikan didekat sumber air atau di tengah kolam dan fungsinya sebagai pemandian, contoh: Petirtaan Belahan, Jalatunda, dan candi Tikus
Beberapa bangunan purbakala, seperti batur-batur landasan pendopo berumpak, tembok dan gerbang, dan bangunan lain yang sesungguhnya bukan merupakan candi, seringkali secara keliru disebut pula sebagai candi. Bangunan seperti ini banyak ditemukan di situs Trowulan, atau pun paseban atau pendopo di kompleks Ratu Boko yang bukan merupakan bangunan keagamaan.

sejarah candi borobudur


Sejarah Candi Borobudur

oleh: wishnoize     Pengarang : nungardani 
  
 
 
Sejarah mencatat Borobudur adalah candi terbesar yang pernah dibangun untuk penghormatan terhadap sang Budha. Bayangkan saja bangunannya mencapai 14.000m persegi dengan ketinggian hingga 35,29m. Sebuah prasasti Cri Kahuluan yang berasal dari abad IX (824 Masehi) yang diteliti oleh Prof Dr J.G. Casparis, mengungkap silsilah tiga Wangsa Syailendra yang berturut-turut berkuasa pada masa itu, yakni Raja Indra, Putranya Samaratungga. Kemudian, putrinya yang bernama Samaratungga Pramodawardhani.

Pada masa Raja Samaratungga inilah mulainya dibangun candi yang bernama: Bhumisan-Bharabudhara, yang diduga berarti timbunan tanah, bukit atau tingkat-tingkat bangunan yang diidentikan dengan sebutan vihara kamulan Bhumisambharabudhara, yang mempunyai arti sebuah vihara nenek moyang dan Dinasti Syailendra di daerah perbukitan.

Letak candi ini memang diatas perbukitan yang terletak di Desa Borobudur, Mungkid, Magelang atau 42 km sebelah laut kota Yogyakarta. Dikelilingi Bukit Manoreh yang membujur dari arah timur ke barat. Sementara di sebelah timur terdapat Gunung Merapi dan Merbau, serta disebelah barat ada Gunumg Sindoro dan Gunung Sumbing.

Dibutuhkan tak kurang dari 2 juta balok batu andesit atau setara dengan 50.000m persegi untuk membangun Candi Borobudur ini. Berat keseluruhan candi mencapai 3,5 juta ton. Seperti umumnya bangunan candi, Bororbudur memiliki 3 bagian bangunan, yaitu kaki, badan dan atas. Bangunan kaki disebut Kamadhatu, yang menceritakan tentang kesadaran yang dipenuhi dengan hawa nafsu dan sifat-sifat kebinatangan. Kemudian Ruphadatu, yang bermakna sebuah tingkatan kesadaran manusia yang masih terikat hawa nafsu, materi dan bentuk. Sedangkan Aruphadatu yang tak lagi terikat hawa nafsu, materi dan bentuk digambarkan dalam bentuk stupa induk yang kosong. Hal ini hanya dapat dicapai dengan keinginan dan kekosongan.


Sumber:http://id.shvoong.com/humanities/history/1861469-sejarah-candi-borobudur/#ixzz287gG2Kvr